ARCA


Arca dalam Bahsa Yunani disebut EIKON (ikon) yang berarti potret atau penggambaran tokoh sebagai objek pemujaan. Pada masa hindu budha (masa klasik) penegrtian arca dihubungkan dengan istilah bera atau Vigraha yang dalam bahasa sansekerta berarti wujudan dewa.
Penggambaran arca tersebut digunakan sebagi media untuk memuja dan berbakti kepada dewa dengan cara memberi persembahan dan melakukan upacara dihadapannya. Keberadaannya sering dihubungkan dengan candi. Dalam penggambarannya arca berwujud anttopomorfik (bentuk manusia), zoomorfik (bentuk binatang), dan terlantrofik (bentuk manusia setengah binatang). Dewa – dewa digambarkannya mempunyai kehidupan seperti manusia. Seperti mempunyai sakit, pasang, anak, pengiring, wahana (kendaraan), dan memakai abharana (pakian dan perhiasan).
Setiap dewa – dewi mempunyai laksanan (ciri atau Atribut) yang membedakan satu tokoh dengan tokoh yang lainnya. Selain laksana dewa dapat dibedakan melalui mudra (sikap atau posisi tangan) dan asana (posisi duduk dan berdiri seorang tokoh).
Dalam agama hindu dewa diklompokan menjadi 2 yaitu dewa Utama dan dewa tidak Utama. Dewa utama disebut dengan Trimurti yaitu Brahma (pencipta) Siwa (perusak), wisnu (pemelihara). Dewa – dewa tersebut memiliki pasangan atau sakti.

Sejarah nama Indonesia

Pada zaman purba, kepulauan Indonesia disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.