Babad Limbangan


Pada zaman dahulu kala Prabu Layaran Wangi (Prabu Siliwangi) dari kerajaan Pakuan Raharja mempunyai seorang pembantu bernama Aki Panyumpit. Setiap hari Aki Panyumpit diberi tugas berburu binatang dengan menggunakan alat sumpit (panah) dan busur. Pada suatu hari Aki Panyumpit pergi berburu ke arah Timur. Sampai tengah hari ia belum memperoleh hasil buruannya, padahal telah banyak bukit dan gunung didaki. Sesampainya di puncak gunung, ia mencium wewangian dan melihat sesuatu yang bersinar
di sebelah Utara pinggir sungai Cipancar. Ternyata harum wewangian dan sinar itu keluar dari badan seorang putrid yang sedang mandi serta mengaku putra Sunan Rumenggong, yaitu Putri Rambut Kasih penguasa daerah Limbangan. Peristiwa pertemuan dengan Nyi Putri dari Limbangan dikisahkan oleh Aki Panyumpit kepada Prabu Layaran Wangi.
Berdasarkan peristiwa itu Prabu Layaran Wangi menamai gunung itu Gunung Haruman (haruman = wangi). Prabu Layaran Wangi bermaksud memperistri putrid dari Limbangan. Ia mengirimkan Gajah Manggala dan Arya Gajah (keduanya pembesar Pakuan Raharja). Aki Panyumpit serta sejumlah pengiring bersenjata lengkap untuk meminang putri tersebut dengan pesan lamaran itu harus berhasil dan jangan kembali sebelum berhasil. Kendatipun pada awalnya Nyi Putri menolak lamaran tetapi setelah berhasil dinasehati Sunan Rumenggong, ayahnya, akhirnya menerima dijadikan istri oleh Prabu Layaran Wangi. Selang 10 tahun antaranya, Nyi Putri (Rambut Kasih) mempunyai dua orang putra dari Raja Pakuan Raharja, yaitu Basudewa dan Liman Senjaya. Kedua anak itu dibawa ke Limbangan oleh Sunan Rumenggong (kakeknya) dan kemudian dijadikan kepala daerah di sana. Basudewa menjadi penguasa Limbangan dengan gelar Prabu Basudewa dan Liman Senjaya penguasa daerah Dayeuh Luhur di sebelah Selatan dengan gelar Preabu Liman Senjaya. Di kemudian hari Prabu Liman Senjaya setelah beristri membuka tanah, membuat babakan pidayeuheun (kota) dan lama kelamaan dibangun sebuha Negara dengan nama Dayeuh Manggung. 
Negara baru ini bisa berkembang sehingga dikenal baik oleh tetangga-tetangganya, seperti Sangiang Mayok, Tibanganten, Mandalaputang. Dayeuh Manggung terkenal karena keahlian dalam membuat tenunan. Rajanya yang lain yang termashur adalah Sunan Ranggalawe.

Nama pemegang naskah : R. Sulaeman Anggapradja
Tempat naskah : Jln Ciledug 225 Kel. Kota Kulon. Kec Garut Kota
Asal naskah : warisan
Ukuran naskah : 20.5 x 32 cm
Ruang tulisan : 17 x 17 cm
Keadaan naskah : baik
Tebal naskah : 16 Halaman
Jumlah baris per halaman : 39 baris
Jumlah baris halaman awal dan akhir : 39 dan 23 baris
Huruf : Latin
Ukuran huruf : sedang
Warna tinta : hitam
Bekas pena : agak tajam
Pemakaian tanda baca : ada
Kejelasan tulisan : jelas
Bahan naskah : kertas bergaris ukuran folio
Cap kertas : tidak ada Warna kertas : putih
Keadaan kertas : agak tebal, halus
Cara penulisan : timbal balik
Bentuk karangan : puisi